Seperti pada posting sebelumnya, bahwa saklar NO bisa saja beraksi sebagai NE atau ND, begitu pula, saklar NC, bisa saja beraksi NE atapun ND. Tergantung dari aplikasinya.
Mari kita ambil contoh, aplikasi level switch untuk mendeteksi low level (LSL=Level Switch Low) dan high level (LSH=Level Switch High). Diambil sampel level agar memudahkan dalam visualisasi, karena kita dapat dengan memudahkan “level” dibanding dengan “pressure”, karena secara visual langsung, kita tidak pernah bisa melihat pressure, hanya percaya kepada pressure gauge atau pressure indicator.
Misalnya kita akan menggunakan sebuah level switch untuk mendeteksi low level (LSL) dan sebuah level switch lainnya untuk mendeteksi high level (LSH), seperti gambar di bawah ini.
Misalnya kedua switch tersebut dihubungkan dengan lampu indikator untuk mengindikasikan masing-masing low level dan high level, misalnya, jika level normal maka lampu indikator harus padam, dan jika low atau high level maka masing-masing lampu indikator harus menyala.
Pertanyaannya adalah, kontak mana yang harus digunakan untuk LSL, apakah NO atau NC. Begitu pula untuk LSH, apakah NO atau NC?
OK, anggap saja kita to the point, anggap saja kita hanya berfokus pada logikanya, bahwa, jika low level, indikator harus menyala, jika high level, lampu indikator juga harus menyala. Maka, tanpa pertimbangan apapun, hanya pertimbangan logic saja, kurang lebih wiring diagramnya akan seperti berikut:
Mengacu pada gambar di atas, level sedang dalam keadaan normal, LSL menggunakan kontak C-NC, dan saat normal tersebut, kontak menjadi deenergize, sedangkan LSH menggunakan kontak C-NO, dan saat normal, kontak menjadi deenergize juga.
Saat normal, arus listrik tidak masuk kepada lampu indikator LAL, karena terputus oleh LSL yang sedang deenergize. Begitupun dengan LAH, arus listrik tidak masuk kepada lampu indikator LAH karena terputus oleh LSH, sehingga kedua indikator padam, menandakan level dalam keadaan normal.
Bagaimana jika terjadi low level? Perhatikan gambar di bawah ini:
Abaikan LAH, karena tidak mengalami perubahan. Sekarang kita amati LAL. Karena level low, LSL yang menggunakan kontak C-NC, yang tadinya deenergize menjadi energize sehingga arus listrik masuk ke lampu indikator LAL, dan lampu indikatorpun menyala menandakan bahwa sedang terjadi low level.
Bagaimana pula jika terjadi high level? Perhatikan gambar di bawah ini:
Abaikan LAL, karena tidak mengalami perubahan. Sekarang kita amati LAH. Karena level high, LSH yang menggunakan kontak C-NO, yang tadinya deenergize menjadi energize sehingga arus listrik masuk ke lampu indikator LAL, dan lampu indikatorpun menyala menandakan bahwa sedang terjadi low level.
Persyaratan logic seperti diungkapkan di atas, bahwa:
“jika level normal maka lampu indikator harus padam, dan jika low atau high level maka masing-masing lampu indikator harus menyala.”
Apakah pemilihan NO/NC pada wiring diagram yang kita buat tadi bisa memenuhi persyaratan logic tersebut? Silakan jawab….
Bagaimana seandainya koneksi kabel salah satu switch tersebut terputus karena satu dan lain hal? Apakah level indikator masih bisa berfungsi? Baik, untuk lebih memudahkan pemisalan tadi, perhatikan gambar di bawah ini:
Misalnya kabel sumber tegangan yang masuk ke LSL (pada terminal NC) terputus (seperti pada gambar yang dilingkari biru), dan terjadi low level. Apakah LAL masih bisa menyala untuk menandakan bahwa sedang terjadi low level?
Tunggu jawabannya pada posting selanjutnya.
Ndeprok lagi, sambil ngebul+kopi tubruk… Lanjut Kang :-Y
Eh… ayo dilanjut… hehehehehe
Pemaparannya sudah mantap nih…ada rencana dirangkum buat ebook?
Om Friz, terima kasih. eBook? Wah ide bagus tuh, tapi saya coba kumpulin artikelnya dulu hehehe.
BTW, terima kasih atas masukannya.
Salam,
TeknisiInstrument
Saya menemukan wiring system (phisicaly) pada suatu plant dimana semua koneksi switchnya (PS,LS,FS,TS, etc) dikonek ke terminal NO. Tentunya kita berkeyakinan bahwa si engineer tidak sembarangan dan atau punya alasan/dasar kuat untuk design tersebut. Pertanyaanya kenapa harus seperti itu? Bagaimana impact nya jika misal kabel putus digigit beurit atau terminal longgar atau si orang terminasi lupa ngonek? Apakah alarm sistem tersebut masih bisa berfungsi?
Weh… Kang Ruhe,
Untuk beberapa kasus yang lebih “safety”, yang menggunakan electronic controller (PLC, DCS dll), beberapa digital inputnya dilengkapi dengan line monitoring, untuk mendeteksi short-circuit atau open-loop, biasanya dengan menggunakan bantuan resistor dan circuit isolator atau safety barrier. Sehingga switch yang digunakan adalah NO.
dengan konfigurasi sedemikian rupa, bisa didapatkan kondisi (misalnya):
– Jika switch open, dengan konfigurasi seri-paralel antara resistor dengan contact switch, akan didapat tegangan tertentu, misalnya 3 Volt.
– Jika switch close, dengan konfigurasi seri-paralel antara resistor dengan contact switch, akan didapat tegangan tertentu, misalnya 8 volt.
– Jika rangkaian open karena putus kabel, misalnya, maka akan memberikan sinyal tertentu kepada digital input.
– Jika rangkaian short-circuit pun demikian, maka akan terdeteksi kondisi tertentu…
Dari kondisi tersebut, maka logic-nya bisa disesuaikan.
Sebenarnya saya berencana membahas ini pada posting selanjutnya.. hehehe….
Mohon koreksi jika keliru.
Salam,
TeknisiInstrument
Salam kenal mas teknisiInstrument,
Saya pernah menemukan di suatu plant dimana LSL dan LSH nya sama2 di konek ke NC, apa perbedaannya dgn yg mas jelaskan. Sebelumnya saya pernah melihat dimana vibrasi switch juga di konek ke NC, dan bila switch lepas (open) maka ada terjadi shutdown.
Jadi asumsi saya sebelumnya bahwa setiap switch di hubungkan ke NC dan bila terjadi energize maka akan memeberikan signal alarm atau shutdown.
Mohon diluruskan kalau saya ada keliru dalam mengambil filosofinya karena hal ini sangat mengganggu pikiran saya. Terimakasih
ANDY ODANK
Salam kenal juga Pak Andy,
Seandainya switch dimaksud dihubungungkan ke logic solver (misalnya PLC), fungsi aktivasi bisa dimanipulasi di logic dengan inversi. Secara fungsi memang berfungsi, tapi seandainya terjadi failure (misalnya loose connection) maka fungsi switch secara keseluruhan menjadi kurang reliable.
Dalam contoh di atas, switch tidak dimasukkan ke dalam logic solver, hanya mengaktifkan lampu indikator. Jadi tidak ada manipulasi kondisi switch dengan logic.
Jika switch tersebut kita gunakan sebagai input untuk logic solver (misalnya PLC), maka kalau hanya sekedar mengejar fungsi logic-nya, tanpa memikirkan faktor fail-safe, kita bisa memekai NO atau NC untuk low ataupun high alarm dengan memanipulasi kondisi setiap switch di dalam logic.
Pada contoh di atas, konfigurasi NO dan NC pada low dan high alarm, HANYA MENGEJAR FUNGSI. tanpa memikirkan faktor fail-safe, seperti apakah yang akan terjadi jika loose connection, seperti saya contohkan pada gambar terakhir artikel di atas.
Sebetulnya saya berencana melanjutkan pembahasan mengenai masalah ini pada posting selanjutnya, tapi belum memiliki kesempatan yang pas buat menulisnya 🙂
Jadi, untuk menentukan apakah kita menggunakan NO atau NC, harus melihat dari berbagai faktor, seperti:
– Apakah switch digunakan sebagai input pada logic solver (misalnya PLC).
– Apakah kita menggunakan line-monitoring device untuk memonitor keadaan switch.
– dll.
Mohon maaf jika jawabannya kurang pas.
Salam,
TeknisiInstrument
Sangat menarik untuk dibaca kang, akhirnya tambah pengetahuan dengan banyak membaca lanjut terus ya saya ikutan baca terimakasih banyak rubrik teknisiInstrumen
Pak Pranoto,
Terima kasih atas kunjungannya.
Salam,
TeknisiInstrument
luar biasa … tulisannya ,
truz share ilmunya mas , berbagi ilmu semain bermanfaat.
salut..
Salam kenal.
Om Pras
Om Pras,
Makasih atas kunjungannya. Dan terima kasih juga atas dukungannya.
Salam
TeknisiInstrument
Pingback: Switch, fail-safe atau tidak? « Teknisi Instrument
Bagaimana cerita line monitoring kang? RC Compensator atau end of line
Pak Andy,
waduh.. maaf nich… sepertinya belum tergarap hehehe…
Terima kasih sudah mengingatkan…
Insya Allah lain kali, mudah2an ada kesempatan…
Salam,
TeknisiInstrument